SEMARANG (Jatengdaily.com) – Dalam situasi kedaruratan kesehatan masyarakat, yaitu adanya kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa yang ditandai dengan penyebaran penyakit menular, maka pasien yang terdampak Covid-19 atau keluarganya yang berbohong dalam memberikan informasi kepada tenaga kesehatan/dokter, perlu dikenai sanksi pidana dan/atau denda, karena dengan informasi yang tidak jujur tersebut akan mengakibatkan diagnosa yang salah, sehingga penatalaksanaannya pun juga akan salah, yang dapat mengakibatkan meluasnya penularan penyakit serta akan menambah jumlah angka kematian.
Hal itu disampaikan dr. Elly Wijaya Nursyam, Sp. PD, FINASIM, MH,Kes. saat mengikuti ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum Untag Semarang, yang diselenggarakan di kampus Jl. Pemuda 70 Semarang, belum lama ini.
Disertasinya yang berjudul "Rekonstruksi Pengaturan Kewajiban Pasien Atau Keluarganya Atas Informasi Kesehatan Dalam Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Terdampak Covid-19" yang dibimbing oleh Promotor Prof. Dr. Sarsintorini Putra, SH. MH dan Co Promotor Dr. dr. MC. Inge Hartini, MKes, telah mampu mempertahankan hasil penelitiannya didepan para dewan penguji.
Adapun para dewan penguji tersebut adalah Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH. MHum, yang sekaligus sebagai Ketua Dewan Sidang. Prof. Dr. Drs. Suparno, MSi, dan Dr. Sri Purwaningsih, SH. MHum, serta Dr Sri Mulyani, SH. MHum, sedangkan sebagai penguji eksternal yaitu Prof. Dr. dr. Anies, MKes, PKK.
Untuk memutuskan hasil ujian terbuka tersebut, kemudian para dewan penguji bermusyawarah, yang kemudian dan oleh Prof. Edy Lisdiyono selaku Ketua Dewan Sidang diputuskan dan ditetapkan bahwa promovenda atas nama dr. Elly Wijaya Nursyam dinyatakan lulus sebagai doktor ke 41 pada PSHPD Untag Semarang, dengan masa studi 3 tahun, 1 bulan, 18 hari, indeks prestasi sebesar 3,87 dengan predikat cumlaude.
Dalam penelitian disertasinya dr. Elly Wijaya Nursyam menyampaikan bahwa penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya wabah Covid-19 yang mengakibatkan terganggunya pelayanan kesehatan bahkan ancaman kematian terhadap tenaga kesehatan atau dokter yang salah satu penyebabnya adalah karena pasien atau keluarganya dalam memberikan informasi tentang kesehatannya secara tidak jujur.
Dari hasi penelitiannya tersebut ada dua alasan mengapa pasien atau keluarganya tidak jujur, yang pertama, bahwa secara intern, yaitu adanya rasa malu, takut dicovidkan oleh pihak rumah sakit, merasa sudah melakukan vaksinasi dan merasa sehat karena tidak bergejala. Adapun secara eksternal yaitu adanya stigma sosial.
Sementara regulasi yang ada saat ini tentang kewajiban pasien untuk memberikan informasi kesehatannya secara akurat dan jujur, tidak dijumpai pada satu pasalpun dalam perundang-undangan terkait yang menyatakan sanksi secara lebih spesifik.
Menuruttnya, hal ini dirasakan tidak adil, karena disisi lain rumah sakit, tenaga kesehatan / dokter jika melanggar kewajibannya dikenai sanksi, ungkapnya.
Untuk itu, melalui hasil penelitian disertasinya tersebut telah dilakukan rekonstruksi pada Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan, yaitu dengan menambah satu pasal pidana dalam pasal 95 yang mengatur sanksi pidana bagi pasien yang berbohong kepada tenaga kesehatan. Serta merekonstruksi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dengan merubah besaran denda pada pasal 14 ayat 1 dan ayat 2.